Sumur Resapan Efektif Kembalikan Cadangan Air

22/05/2020   03:17 WIB      Humas      Berita

Sebuah peta sebaran sumur resapan di Kota Semarang, Jawa Tengah, dibeber di hadapan rombongan yang mengunjungi Kompleks Mata Air Senjoyo, Maret lalu. Mereka terdiri dari utusan PDAM beberapa kota kabupaten, kementerian, blogger, dan awak media.

Peta memperihatkan titik-titik sebaran sumur resapan di Lereng Gunung Merbabu, sisi barat daya, ada lebih 1.000 unit. Gunung Merbabu masuk wilayah Magelang, Boyolali, dan Semarang.

Salatiga berada di kaki Lereng Merbabu sisi timur dan timur laut. Mata air Senjoyo berada di bawah, sisi timur laut.

“Berkat sumur resapan debit air meningkat cukup banyak. Dari 800 liter per detik menjadi 1.100 liter per detik,” kata Ilham Sulistiyana, Kabag Teknik PDAM Kota Salatiga. Peningkatan sekitar 30% itu hanya dicapai dalam kurun waktu tiga tahun.

 

Padahal, pengukuran pada 2000 ketinggian air pada broncaptering atau bangunan penangkap air baku dari mata air PDAM sekitar 140 cm, dan pengukuran pada 2006 menunjukkan ketinggian air tinggal 90 cm.

Dinas Pekerjaan Umum Semarang juga mencatat, pada 1995 debit air Senjoyo sebesar 1.115 liter per detik, pada 2008 turun jadi 838 liter per detik.

Kisah sukses menaikkan debit air dalam waktu relatif singkat lewat sumur resapan itu lalu diterapkan di mata air andalan Salatiga yang lain. Program replikasi untuk mata air Kalitaman, terletak di tengah Kota Salatiga. Sebanyak 1.000 sumur resapan siap dibangun hingga 2023.

Tercatat selama sembilan tahun, debit mata air Kalitaman turun 41%. Data Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga menyebut, debit Mata Air Kalitaman pada 2010 sebesar 150 liter per detik. Pengukuran oleh PDAM Kota Salatiga pada 2019 debit tinggal 88,19 liter per detik.

 

Samino, Direktur PDAM Salatiga, mengakui penurunan debit air dan tinggi permukaan air itu dalam beberapa tahun terakhir baik di sumur dalam maupun mata air.

“Dulu di Karangalit ada sungai yang terdapat kedung, kini kering. Dulu, jika kebutuhan air Salatiga cukup dipasok dari Mata Air Senjoyo, kini harus ditambah dari sumber lain,” katanya, yang sudah bekerja di PDAM selama 34 tahun.

Menengok keberhasilan di Mata Air Senjoyo, pemulihan itu diharapkan juga tak lama. Mungkinkah model ini diterapkan di seluruh Indonesia?

 

Program nasional

William Parente, Chief of Party USAID IUWASH Plus menjawab pertanyaan Mongabay, saat ini bersama tim penjajakan baik ke wakil presiden maupun presiden agar program sumur resapan bisa jadi program nasional.

“Kami tidak dapat memperkirakan apakah ini bisa disetujui, tapi tim kami berusaha menghubungi wakil presiden atau presiden untuk mendukung program ini. Kami berpikir bisa lakukan itu, sebelumnya harus mensosialisasikan dulu,” kata Bill, panggilan akrabnya.

Menurut dia, IUWASH sudah menggandeng 35 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia untuk sumur resapan ini dan pemerintah daerah sangat bisa menerima.

“Dengan Pak Asep (Mulyana), seorang hidrogeolog terkemuka Indonesia, kami mengedukasi masyarakat, pemerintah lokal, dan berharap bisa mempengaruhi pemerintahan yang lebih tinggi, hingga bisa jadikan program ini sebagai program nasional.”

 

Dia mengatakan, kerjasama dengan perguruan tinggi jadi langkah bagus menyebarluaskan teknik sumur resapan ini. Termasuk juga kepada kalangan muda.

“Untuk mengembangkan skala lebih luas, perlu melibatkan generasi muda. Tidak hanya dari perguruan tinggi, juga sekolah, madrasah, pesantren. Kalau mereka belajar metode ramah lingkungan, yaitu, menabung air, ini bakal jadi sesuatu yang biasa dilakukan.”

Tantangan yang Indonesia adalah negara tropis dengan curah hujan tinggi, namun masih memiliki wilayah kekurangan air.

“Faktanya, kalau kita tidak menangkap air hujan terutama dengan berkembangnya wilayah urban, ada beton, atap rumah, maka itu hanya akan mengalir ke laut. Kita harus menangkap air hujan itu dan mengelola air itu.”

PDAM, katanya, tahu problem ini. Kadang mereka kekurangan dana, dan kemampuan untuk melakukan ini semua. “Itu sebabnya kami bekerja sama dengan mereka.”

Dalam pandangan Bill, perubahan iklim membuat musim kemarau kadang berubah lebih panjang dengan hujan lebih pendek atau sebaliknya. Kalau tidak bisa menangkap air hujan maka bisa melewatkan kesempatan baik. Manusia harus mampu beradaptasi dalam situasi ini.

Dalam talkshow di IAIN Salatiga itu, dia menggarisbawahi program mengembalikan air ke alam sebagai upaya mengatasi tantangan ketersediaan air dalam ketahanan iklim.

Indonesia, menghadapi persoalan serius terkait air bersih karena masih ada sekitar setengah dari orang Indonesia tinggal di perkotaan yang tidak memiliki akses ke air perpipaan. Juga sekitar setengah penduduk perkotaan Indonesia belum memiliki akses sanitasi layak.

Sementara mata air dan sumur masih jadi sumber air baku bagi PDAM. Namun, degradasi daerah tangkapan air dan akuifer yang menyimpan air hujan ini telah mengancam kelayakan sumber daya ini.

 

 

Pengunjung memberi makan ikan di kolam yang merupakan bagian dari mata air Senjoyo. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Kampus hijau

Terletak di catchment area untuk mata air Kalitaman, kampus IAIN Salatiga ikut membangun sejumlah sumur resapan. Saat ini satu-satunya perguruan tinggi negeri di Salatiga itu berencana membangun 20 sumur resapan di area kampus.

Rektor IAIN Salatiga, Zakiyuddin, menjelaskan, komitmen menambah sumur resapan di catchment area sekaligus selaras dengan visi IAIN Salatiga sebagai kampus hijau.

Green wasathiyah campus, mendasari keberadaan IAIN Salatiga. Ini gagasan mengenai bagaimana kampus dibangun dengan wasasan lingkungan sekaligus wasathiyah, yang berarti lebih dari sekadar moderat tapi juga terbaik,” kata Zakiyuddin.

Berdasarkan masterplan, katanya, mereka ingin kampus jadi habitat bagi manusia dan bukan manusia. Dia ingin ada burung bisa bercanda, dan berinteraksi dengan manusia.

IAIN Salatiga berdiri di tanah seluas 50 hektar. Setelah bertransformasi dari STAIN pada 2015, kampus ini merancang kampus terpadu dengan konsep ruang terbuka lebih banyak daripada jumlah bangunan.

“Soal energi, bagaimana membangun bangunan secara smart. Hingga kalau siang tidak usah menyalakan lampu. Lampu-lampu yang ada di luar kita kembangan dengan energi solar cell.”

Begitupun dengan permasalahan sampah. Untuk mengurangi plastik dan kertas, kampus bertekad menjalankan gaya hidup paperless. Sistem dibangun secara online. Lalu lalang kendaraan bermotor dikurangi, lebih banyak pedestrian dan jogging track dibangun.

“Perang masa depan adalah karena air. Rebutan air akan kita hadapi secara riil di masa datang. Dalam membangun taman kita sudah minta pikirkan yang bisa mengkonservasi air. Bekerja sama dengan pemkot membangun sumur resapan sudah ada dalam masterplan.”

Sungai dengan aliras masuk ke kampus pun dirancang tidak jadi halaman belakang. Konsep Water Front Campus diperkenalkan. Sungai bakal menjadi beranda depan bagi kampus yang memiliki sekitar 15.000 mahasiswa ini.

“Jadi kampus benar-benar memperlakukan sungai itu sebagai bagian dari kehidupan kampus, baik mahasiswa maupun dosen. Di situlah kita secara serius membangun kampus dengan konsep green campus.”

Dalam perancangan masterplan kampus, IAIN Salatiga yang tengah mempersiapkan diri jadi UIN Salatiga itu bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Lingkungan UNS di Solo. Rektor juga menambahkan, kampus juga bergabung dengan perguruan tinggi lain yang memiliki visi kampus berwawasan lingkungan dalam UI Greenmatric.

“Landscape kampus sendiri bisa jadi sumber belajar. Di lingkungan hijau, air bersih, udara bagus, bisa jadi bahan kajian. Mereka bisa belajar dari lingkungan terdekat.”

 

Rumah di Jalan Tendean, Jakarta, banjir lebih satu meter. Andai sumur resapan mencukupi, Jakarta akan terhindar dari banjir…Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 Wilayah urban

Kisah sukses Salatiga mengembalikan debit air untuk mata air Senjoyo di Semarang jadi contoh bagaimana wilayah urban berhasil meningkatkan cadangan air tanah. Salatiga kini berkonsentrasi mengembalikan debit mata air di wilayah sendiri, di Kalitaman. Ada 1.000 sumur resapan disiapkan selama lima tahun sejak 2019.

Dilihat dari peta, daerah imbuhan mata air Kalitaman melewat tengah kota. Wilayah resapan mata air Kalitaman berupa permukiman penduduk, perkantoran, pasar, peternakan, TPA Ngronggo, dan tegalan yang mengarah ke hulu.

Sumur resapan yang dikembangkan IUWASH, berangkat dari keberhasilan program USAID Environmental Services Program (ESP) sebelumnya.

Kala itu, Mata Air Cikareo, Desa Cibogo, Lembang, Bandung Barat, mengalami penyusutan debit. Di Cikareo ESP bekerja sama dengan masyarakat membangun 20 sumur resapan, dan menambah lagi 31 sumur resapan di I dan II. Dalam dua tahun, Mata Air Cikareo semula 48 liter per detik pada 2007 jadi 110 liter per detik pada 2009. Total target sumur resapan termasuk di zona III sebanyak 158 sumur resapan.

Secara teknis, ukuran sumur resapan memiliki dimensi panjang dua meter, lebar dua meter, dan kedalaman dua meter. Sumur ini memiliki volume delapan meter kubik.

“Mengapa dibikin dua meter, karena mempertimbangkan kemudahan bagi pekerja yang menggali sumur resapan ini. Sumur bisa dikerjakan dua orang, yang satu menggali, satunya lagi mengangkat galian tanah,” kata Asep Mulyana, Senior Raw Water Specialist USAID IUWASH Plus.

Dengan asumsi jumlah hari hujan minimal sebanyak 150 hari hujan per tahun, sumur resapan 1.000 buah, akan ada cadangan air tanah 1,2 miliar liter per tahun.

Menurut Asep, problem banjir di Jakarta antara lain karena banjir kiriman dari Bogor lewat suplai bendungan Katulampa. Dari bendungan ini antara lain air mengalir ke sungai Ciliwung.

“Kalau Bogor bisa menahan air sekian juta liter, tidak akan ada banjir di Jakarta. Karena yang banyak berperan suplai dari Katulampa.”

Menurut dia, beberapa masalah dihadapi Jakarta bisa “selesai” di Bogor. Misal, keluhan intrusi air laut di Jakarta dampak pengeboran air tanah massif dan tidak terkontrol. Peningkatan pengeboran air tanah ini seturut dengan meningkatnya kebutuhan air minum di Jakarta.

Begitupun permukaan tanah turun di beberapa wilayah Jakarta juga karena penyedotan air tanah yang sembrono. Tanah mengalami konstraksi, dan permukaan tanah pun turun di sekitar area sumur bor. Saat hujan, air akhirnya menggenangi kawasan ini.

“Jika wilayah tangkapan air di kawasan Ciburial dibangun banyak sumur resapan maka banjir berkurang. Pada musim kemarau sungai Ciliwung, Cisadane, dan sungai lainnya akan jernih berkat mata airnya.”

Sumur resapan menjadi metode termudah, cepat, dan relatif murah untuk meningkatkan sumber air tanah.

Air hujan secara alami meresap ke tanah melalui perakaran pohon, rekahan, tanah, sungai-sungai kecil. Air terkumpul di lapisan akuifer yang mengisi sumur dangkal yang biasa digunakan masyarakat. Selain itu, air yang tertangkap di kawasan hulu ini juga meningkatkan aliran mata air di bawah.

Sekurang-kurangnya 4.000 sumur resapan dibangun melalui program ini bersama IUWASH. Di daerah resapan air Kaliangkrik, Magelang dibangun 860 sumur resapan melalui kerjasama dengan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) ini.

Sedikitnya 700 sumur resapan dibangun di Ternate untuk mengembalikan debit air Ake Gaale, di Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate. Di Malang, sebanyak 800 sumur resapan dibangun untuk meningkatkan debit mata air di kota itu. Sedikitnya 900 sumur resapan dibangun di Mojokerto untuk kawasan Pacet.

Wakil Walikota Salatiga, Muhammad Haris, mengatakan perlu kerja sama multipihak dalam membangun sumur resapan untuk memperbaiki cadangan air tanah. Ini mengingat air menjadi kebutuhan pokok semua orang.

Menurut dia, Pemerintah Kota Salatiga menyadari, mengelola air hujan penting. Wilayah yang berada 700 meter di atas permukaan laut, dengan topografi sebagian berbukit, dan lereng gunung. Ini merupakan daerah tangkapan memperlakukan air hujan secara istimewa.

Sumber : https://www.mongabay.co.id/2020/05/07/sumur-resapan-efektif-kembalikan-cadangan-air/



Info Pelanggan

~indeks

  • Info Tagihan
  • Info loket
  • Call Center 024-76920999
  • WhatsApp 0811-26800-60
  • Aplikasi Android